Pencarian Korban Banjir NTT Selesai, Tiga Korban Masih Belum Ditemukan

Operasi pencarian dan penyelamatan korban bencana banjir bandang serta tanah longsor yang terjadi di Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi ditutup pada hari Senin, 15 September. Selama tujuh hari, tim gabungan telah berupaya maksimal untuk menemukan para korban yang hilang meskipun dengan hasil yang menyedihkan.

Menurut Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Maumere, Fathur Rahman, upaya pencarian telah melibatkan alat berat dan sejumlah anjing pelacak. Sayangnya, hingga penutupan operasi, tidak ada lagi tanda-tanda yang mengarah pada penemuan korban yang masih hilang.

Walaupun operasi pencarian resmi dihentikan, Fathur menyatakan bahwa kegiatan tersebut dapat dilanjutkan jika di kemudian hari ditemukan petunjuk baru terkait keberadaan korban. Hal ini menimbulkan harapan di tengah kesedihan yang dialami keluarga korban dan masyarakat setempat.

Profil dan Kronologi Bencana Banjir Bandang di Nagekeo

Bencana yang terjadi di Kecamatan Mauponggo ini bermula pada Selasa, 9 September, sekitar pukul 02.00 WITA. Hujan deras menyebabkan aliran sungai meluap dan tanah longsor, yang berimbas pada kerusakan infrastruktur dan hilangnya nyawa manusia.

Ada lima orang yang dilaporkan meninggal dunia, termasuk seorang bayi berusia 13 bulan yang ditemukan pada hari ketiga pencarian. Selain itu, terdapat tiga korban yang masih dinyatakan hilang, menambah duka bagi masyarakat setempat.

Korban yang ditemukan meninggal dunia meliputi Remigius Sopi Bela (35), Fancelina Meli Boa (60), Kinan Nua (6 bulan), dan Agustinus Lena (45). Setiap nama yang disebutkan membawa cerita dan kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Dampak Lingkungan dan Infrastruktur Akibat Bencana

Banjir bandang dan tanah longsor ini tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga mengakibatkan rusaknya infrastruktur yang vital. Sejumlah jalan utama dari Kecamatan Boawae ke Kecamatan Mauponggo mengalami kerusakan parah, sehingga mengganggu aksesibilitas daerah tersebut.

Dari data yang diperoleh, sebanyak 37 keluarga harus mengungsi ke rumah kerabat karena tempat tinggal mereka tidak layak huni. Ini adalah dampak sosial yang cukup besar, menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat setempat.

Selain rumah, lahan pertanian dan fasilitas umum seperti jembatan, jaringan listrik, dan komunikasi juga menjadi korban. Kerusakan ini mengakibatkan kebutuhan dasar masyarakat terancam, sehingga memerlukan perhatian dan bantuan segera dari pemerintah dan pihak berwenang.

Tanggapan dan Upaya Penanganan Bencana oleh Pihak Terkait

Setelah bencana berlangsung, Polri segera mengirim tim misi kemanusiaan ke lokasi bencana untuk memberikan bantuan kepada korban. Bantuan tersebut terdiri dari paket makanan, kasur, selimut, lampu tenaga surya, dan genset untuk mendukung kebutuhan dasar masyarakat.

Bantuan ini dikirim melalui jalur udara dan laut, menunjukkan keseriusan dalam penanganan situasi darurat. Dengan begitu, harapan untuk pemulihan pascabencana semakin besar, meskipun tantangan tetap ada.

Kepala Kakorbinmas Baharkam Polri, Irjen. Pol. Edy Murbowo, menyebutkan bahwa misi kemanusiaan ini adalah bentuk kepedulian terhadap kehidupan masyarakat yang terdampak. Penyerahan bantuan direncanakan dilakukan sesegera mungkin agar dapat meringankan beban masyarakat.

Related posts